Adat kabupaten bungo

DAT DALAM KABUPATEN BUNGO
OLEH ; H. MAHMUD As
(Ketua Lembaga Adat Melayu Kabupaten Bungo
)


I.   PERANAN ADAT DALAM MASYARAKAT BUNGO
Sesungguhnya sejak zaman dahulu sampai sekarang perikehidupan  masyarakat  teeutama pedesaan dalam Kabupaten Bungo dituntun oleh Adat istiadat yang dipegang oleh Nenek Mamak secara turun temurun dan dipatuhi oleh penduduk yang berdiam dalam wilayah persekutuan Hukum Adat Bungo. Adat istiadat itu tidak pernah bertentangan dengan Peraturan – peraturan Pemerintah, karena antara nenek mamak selaku pemegang adat selalu ada kerjasama dan saling pengertian dengan pihak pemerintah karena  itulah kita kenal dengan  seluko adat yang berbunyi : Adat ditangan Nenek Mamak, Undang ditangan Rajo (Pemerintah). Sebagai penuntun perikehidupan dalam mencapai masyarakat adil dan makmur, bahagia lahir bathin didunia dan akhirat, maka dikenal pula seluko adat yang berbunyi : Adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Syarak mengato, adat memakai. Kedua seluko adat diatas memperlihatkan jalinan yang erat antara adat, agama dan aturan Pemerintah. Demikian pula antara  pimpinan adat, ulama dan Pemerintah. Dalam bahasa adat ikatan yang erat itu disebut : Tali nan bepintal tigo : a. Pejabat Pemerintahan Dusun. b. Pemangku Adat. c. Pegawai Syarak.  

II.        DAERAH, PENDUDUK DAN PIMPINAN ADAT BUNGO
Perlu dijelaskan, bahwa wilayah adat Bungo yang kita kenal sebagai Kabupaten Bungo pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda dahulu, termasuk ke dalam wilayah bekas  Onder Afdeeling Muara Bungo terdiri dari Marga atau Bathin. Penduduk yang mendiami berkas Onder Afdeeling Muara Bungo menyebut dirinya orang Bathin. Selanjutnya sesudah Belanda menguasai bekas  kesultanan Jambi pada tahun 1906, maka beberapa tahun kemudian tepatnya ditahun 1926 wilayah adat Bungo dibagi dalam wilayah – wilayah kecil yang disebut Marga. Kepala Pemerintahannya disebut dengan gelar Pasirah. Himpunan beberapa Dusun atau Kampung itulah yang disebut Bathin yang dipimpin oleh Pasirah Kepala Marga, sedangkan  pada Dusun atau kampung,  Kepala Pemerintahan  bergelar Rio kecuali dua kampung di daerah Bathin Tanah Tumbuh, Kepala Dusunnya bergelar Patih. Sedangkan dalam daerah Jujuhan, Kepala dusun atau kampung ada yang bergelar Rio dan adapula yang bergelar Depati yang dibantu seorang pembantu yang bergelar Penghulu Mudo. Sedangkan bagi daerah lain dari yang tersebut diatas, Kepala Dusun atau kampung seseorang yang bergelar Mangku. Pasirah Kepala Marga maupun Kepala Dusun atau Kampung selalu diangkat atau dipilih berdasarkan keturunan dan menyandang gelar. Kepemimpinan dalam masyarakat adat “berjenjang naik, bertanggo turun” sangat diikuti dan dipatuhi. Yang mengatur tata cara, penghidupan dan kehidupan, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat adat antara lain ; Tengganai, Tuo Tengganai, dan Nenek Mamak.      Kepemimpinan dalam masyarakat mempunyai hubungan dengan jenjang susunan Pemerintahan adalah sebagai beikut : a.       Alam nan barajo.b.      Rantau nan bajenang.c.       Negeri nan babathin.d.      Luak nan bapenghulu.e.       Kampung nan batuo.f.        Rumah nan batangganai. Terhadap gelar seseorang yang menjadi pimpinan daerah yang ada hubungan dengan adat senatiasa diberikan  kepada pimpinan wilayah sesuai dengan kata – kata adat’ Jabatan dipangku, gelar dijunjung, memangku jabatan menyandang gelar. Pada pokoknya ada dua macam gelar yang disandang oleh pimpinan atau pemangku adat :1.      Gelar bagi seseorang yang menjadi pimpinan dizaman dahulu yang ada hubungan dengan adat.2.      Gelar diterima sebagai warisan yang diterima dari suku atau kalbu. Selanjutnya yang menyandang gelar dari rakyat tersebut oleh adat diberi julukan dengan kato – kato :  Keatas bepucuk, kebawah berurat dan berakar. Oleh karena itu kepemimpinan akan disenangi oleh rakyat. Penyandang gelar demikian disebut dalam adat, bekato dulu sepatah, bejalan dulu selangkah, makan menghabis. tetak memutus, rupo dilihat kato didengar. Gelar itu adalah merupakan pusako kebesaran. Pimpinan adat ditetapaknan ditetapkan menurut adat yang lazim peseko nan usang dengan terlebih dahulu melihat syarat – syarat antara lain : berpengetahuan tentang adat dan syarak, berbudi baik, beragama Islam, sanggup mengisi adat, menuang lembago, menurut adat anak negeri. Pimpinan adat, selain pemegang adat nan lazim, pusako nan kawi, pemegang alur dengan patut, maka harus menjadi suriu tauladan seperti kata adat : Suluh sinang didalam negeri, menjadi suri tauladan kain, cupak tauladan gantang, sebagai tempat mengacu.  Bane gedang tempat bersandar, kayu rimbun tempat berteduh. Disamping  itu pimpinan itu harus bersifat adil, tidak boleh bersisik mandi ke lumut, besibak mandi ke kumpai, ibarat membelah buluh sebelah ditijak sebelah ditating. Pimpinan adat harus bersikap bersikap terbuka kepada setiap orang sesuai dengan kata – kata  adat : Rajo nan idak menolak sembah, Teluk nan idak menolak kapa. Pimpinan adat sebagai orang yang dituakan dalam segala hal : Kok mudik memicit siring, kok hilir memegang tepi, tinggi disanjung dengan peseko, gedang diambak dengan lembago. Jika pimpinan adat melanggar, maka dia akan disumpah seperti kata pepatah adat : Bak kerakap tumbuh  dibatu, hidup segan mati tak mau, kebawah idak berurat, keatas idak berpucuk, ditengah – tengah dirakuk kumbang, dimakan beso kawi. 
A.  PENGANGKATAN BATHIN DAN PENGHULU
Bathin dan penghulu itu adalah pelarik penjajo, tukang larik tukang jajo, tukang ajum tukang arah, anak jo pinak, cupak jo gantang, kerat jo kudungan didalam negeri.     Bathin dan penghulu itu dicacak menurut pepatah dan petitih adat yang disebut : Lapuk li baganti li, lapuk pua jalipung tumbuh, bak napuh diujung  tanjung, hilang sikuk baganti sikuk, bathin naik negeri berutang bathin turun negeri berutang. Naik bathin diatas kepala kerbau nan sikuk, turun bathin jugo diatas kepala kerbau nan sikuk. Itu nan sabab bak pintu, nan bajejak bak bekik, nan basurih bak takuyung, baju bajahit nan dipakai, jalan barabah nan diturut, nan lah lapuk dek memakai, kuma besesah, usang – usang diperbaharui. Pulai nan batingkat naik, manusia nan batingkat turun. Pulai nan batingkat naik meninggalkan rueh dengan buku, manusia nan batingkat naik meninggalkan  waris dengan pusako, dimano waris nan samo dijawat, pusako nan samo diterimo, halipah nan sama dijunjung, hidup nan silih baganti, mati nan silih bagile. 
B.  LARANGAN PANTANG BATHIN JO PANGHULU
Orang gedang belaku kecik, burung gedang duo suaro, titin galin tengah negeri. Orang gedang belaku kecik ialah sesuatu perbuatan yang tidak layak dikerjakan oleh seseorang pemimpin, karena dia adalah suri tauladan bagi anak jo pinak, cupak jo gantang di dalam negeri, yang tinggi dianjung, gedang diambak oelh adat lembago. Burung gedang duo suaro, disini lain bicara disitu (tempat lain) lain lagi bicaranya. Titin galin tenga negeri ; iyolah pendirian seorang pemimpin yang tak dapat dijadikan pegangan, kok tumbuh nan sado itu diatas bathin jo penghulu, maupun pegawai syarak nan batigo, baik pun nan gedang lainnyo dalam negeri, nan ditinggikan seranting, nan didulukan s elangkah, untuk memgang pucuk ibarat jalo, memegang siring simak pukat, dio keno dua kali lipat utangnyo. 
C.  ADAT LEMBAGA ANAK NEGERI
Kito nan disebut anak jo pinak, cupak jo gantang, kerat jo kudungan nan bajulak julai, tutur galur nan basuku sakai namonya, nan badiam di dalam negeri nan ba adat ba pusako. Itu ado ico pakainyo, ada pulo larang pantangnyo. Kito nan badiam di dalam negeri, haruslah tudung menudung bak daun sirih, jait menjait bak daun petai, biarlah alah sekupang duo tak mengapo, asal gelanggang ramai. Tak buleh kito merangkak di dalam tanah, berengok didalam air, Kok  tumbuh, babantai gajah samo dilipan,  babantai tungau sama dicecah. Duduk samo saata, tegak samo seilun. Kok tumbuh benah samo bekuto betis, mudik samo – samo babintang dado. Ke air samo – samo terendam basah, ke darat samo – samo terendam kering. Kok tekejut kanti tegempa awak, kok tajatuh orang tagamang kito. Pecan kecik, pecan gedang samo dibayar, buah masak buah masam samo diadang, adat samo di isi lembago samo dituang, perintah sama dipatuhi, sesuai dengan perintah Tuhan : Artinya : Patuhilah titah Allah, dan patuhilah titah Rasul, dan perintah orang yang memimpin kamu.Kita anak negeri hendaklah seiya sekata, semufakat, secia bak ayam sedekak bak batu di pulau, sedencing bak besi diampa, seilun bak kuaw lanting. Kok bulat  samo kito gulingkan, pipih samo  kito layangkan, Dan jangan berebut tinggi bak kambing lago, basalintang bak tanduk rekas, banyak tupang bak keliki, banyak mato bak mengkudu, banyak petik bak galinggung, letak dibelakang awak mendorong, kalau dulu awak mencipak, itu alamat payah dek kerbau paneh, senjang kaki naik ke sungai.  Anak negeri seukur kato, bathin jo penghulu seukur, sejajo, cerdik se hukum, malin seagamo, tuo – tuo searah seajum, barulah bumi senang padi menjadi, rumput mudo kerbau gepuk. Baumo mendapat padi, menambang mendapat emas, buah buahan segalo menjadi, baru basuo bak seluko adat. Keayek cemetik keno kedarat durian gugur. Lemang teluncur diatas dapur, anak negeri aman  makmur.      D.  CALAKO NEGERIBathin Penghulu idak selarik jo sejajo, cerdik idak sehukum, malin idak seagamo. Anak negeri idak seiyo sekato, nenek mamak idak seandiko, banyak tajadi larang di rajo. Oleh karena itu beruang kerbau sikuk beras seratus, keno seguling batang. Menurut adat pemimpin dipilih langsung oleh rakyat, licin bak lantai bemban, datar  bak lantai kulit, dengan syarat – syarat orang yang dipilih : 1.      Semula diambil dari waris. Jika tidak terdapat, maka diambil yang didalam sewaris.2.      Jika tidak ada dalam kedua – duanya barulah diambil orang lain yang : “Patut dimakan jado, yang diluar  dimakan  patut” dan mempunyai syarat. Syarat ini dikatakan waris dipinjam dan dipakainya hanya selama jabatannya. Kalau ia berhenti atau meninggal dunia maka dia tidak boleh meninggalkan waris kedudukan/pangkat, sebab kedudukan itu hanya dipinjam dari rakyat.3.      Diambil dari orang cerdik pandai, arif bijaksana, dimalui dan disegani oleh orang banyak dalam marga atau kampung itu, serta mempunyai wibawa. Disamping itu tidak boleh cacat, ataupun cacat panca indranya serta tidak mengandung penyakit buruk.4.      Mempunyai rumah tangga, hidup berkemampuan dan bersedia berkedudukan dimana ditunjukkan.5.      Tidak pernah dihukum kerana melakukan perkara kejahatan yang melanggar undang- undang Negeri serta tidak dari orang – orang tengkulak atau penghisap /pemeras rakyat atau orang lemah.6.      Berbudi baik , berperangai elok, tahu diadat dengan peseko, tahu diburuk dan baik, tahu disyah dan batal.7.      Bermukim, berumah tangga berhalaman dan bertepian. Telah bersirih seko, berpinang gayur, bersawah liat, bertepat dipematang di negeri itu. Jadi bukan dari dagang sekali layu, galeh sekali lewat serta orang seadat selembago dan seagama. Sifat – sifat perangai, perilaku yang harus dibuang/dijauhi/ tidak dimiliki oleh seorang pemimpin :1.      Burung kecil ciling mato. Orang yang tidak lain kerjanya mencari kesalahan orang lain dan menceritakannya kemana – mana.2.      Burung gedang dua suara. Pemimpin atau orang yang dituakan, nenek mamak atau tengganai lainnya, disuatu tempat ia bicara, tetapi ditempat lain sudah lain katanya, padahal masalahnya sama atau kata lain perbuatan atau bermuka dua.3.      Titian giling dalam negeri. Orang yang tidak mempunyai pendirian, sering mungkir janji, kalau terpojok sering mengatakan lupa atau khilap.4.      Cincin tembago bersuaso, terletak di jari kiri. Yang biaso hendak binaso, garis pinggang ngamuk diri. Orang yang dipercaya membuka rahasia.5.      Pagar makan tanaman. Orang dipercaya, sebenarnya harus menjaga dan memelihara malahan sebaliknya merusak.6.      Piawang memecah Rimbo. Orang yang seharusnya memelihara malah merusak.7.      Teluk pengusut Rantau. Nenek mamak di desa dibiarkan persoalan kecil menjadi besar.8.      Orang Tua berlaku Budak. Orang tua tapi perangainya seperti anak –anak.9.      Malin tidak sekitab. Kaum ulama tidak sependapat.10.  Cerdik tidak seandiko. Cendekiawan tidak sepaham, akibatnya merusak.    E.   LARANG PANTANG ANAK NEGERIØ      Jangan : ndak meninggi dari pucuk.Ø      Jangan : ndak menggedang dari batang.Ø      Jangan : melintas rajo dibalai.Ø      Jangan : melinteh tekap penghulu.Ø      Jangan : menggunting dalam lipatan.Ø      Jangan : menuhuk kawan seiring.Ø      Jangan : pepat diluar rencong didalam. Demikianlah sekelumit riwayat kepemimpinan masyarakat adat dalam Kabupaten Bungo.
ANDRA GB fm

Ingin lebih lengkapnya di https://www.facebook.com/andra.juliandra?fref=ts

3 Komentar

  1. Apa hubungan adat kerinci dg bungo ?

    BalasHapus
  2. Kl dilihat dari susunan adat istiadatnya, adat bungo ini tidak lepas dr pengaruh adat minang dan adat melayu jambi, gelar RIO juga di pakai di daerah renah si kalawi (rejang lebong sekarang)

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama