Coaching untuk Supervisi Akademik
JONI JULI YANDRA,
S.Pd.I
CGP ANGKATAN 11
KAB. BUNGO
Assalamualaikum Warahmatullahi
Wabaratuh
Salam guru penggerak!
Tergerak
Bergerak
Menggerakkan
A.
Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar
1.
Pengalaman Materi yang Diperoleh
Dalam Modul 2.3
tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, coaching didefinisikan
sebagai proses kolaboratif yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil,
dan dilakukan secara sistematis. Dalam proses ini, seorang coach
membantu coachee meningkatkan kinerja, pengalaman hidup, pembelajaran
diri, dan pertumbuhan pribadi (Grant, 1999).
Terdapat tiga prinsip
utama dalam coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan
potensi. Kompetensi inti yang harus dikuasai oleh seorang coach meliputi
kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif, serta kemampuan mengajukan
pertanyaan yang berbobot.
Proses coaching
mengikuti alur TIRTA, yang terdiri dari:
o Tujuan,
o Identifikasi,
o Rencana,
o Tanggung
Jawab.
Supervisi akademik
bertujuan untuk membantu rekan sejawat dalam mengembangkan kemampuan mereka
demi mencapai tujuan pembelajaran. Esensinya, supervisi akademik bukanlah
menilai kinerja guru dalam mengelola pembelajaran, melainkan membantu mereka
meningkatkan kemampuan profesionalnya. Terdapat tiga tahap dalam pelaksanaan
supervisi akademik, yaitu:
a.
Pra Observasi (perencanaan),
b.
Observasi (pelaksanaan),
c.
Pasca Observasi (tindak lanjut).
Dalam pelaksanaan
materi Coaching untuk Supervisi Akademik di sekolah, saya menyadari
bahwa coaching bukan hanya sekadar memberikan arahan atau bimbingan
kepada rekan sejawat, tetapi lebih sebagai fasilitator dalam proses
pengembangan diri mereka. Penerapan prinsip kemitraan dan proses kreatif
membantu saya membangun hubungan yang lebih setara dengan guru, di mana mereka
merasa lebih didukung untuk mengeksplorasi potensi mereka dan mencari solusi
yang relevan secara mandiri.
Melalui alur TIRTA
(Tujuan, Identifikasi, Rencana, dan Tanggung Jawab), saya bisa membimbing rekan
sejawat secara terstruktur, dimulai dari memahami tujuan mereka,
mengidentifikasi tantangan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah
peningkatan, hingga memastikan adanya tanggung jawab dalam implementasi rencana
tersebut. Proses ini membuat guru lebih terlibat aktif dalam pengembangan
profesional mereka sendiri, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan supervisi
eksternal, tetapi juga mampu merefleksikan kemajuan pribadi secara mandiri.
2.
Emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar
Saat mempelajari
Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, saya merasakan
beberapa emosi yang kuat. Rasa ingin tahu muncul ketika saya pertama kali
mengenal konsep coaching yang lebih kolaboratif dan berorientasi pada
solusi. Ini memotivasi saya untuk memahami lebih dalam bagaimana pendekatan ini
dapat diterapkan dalam konteks supervisi akademik.
Ada juga perasaan antusias
ketika mengetahui bahwa coaching tidak hanya berfokus pada evaluasi,
tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan profesional guru secara
berkelanjutan. Ini memberikan harapan bahwa pendekatan tersebut dapat
menciptakan suasana pembelajaran yang lebih positif dan mendukung di sekolah.
Selama menjalani
proses coaching untuk supervisi akademik di sekolah, saya mengalami
berbagai emosi yang beragam. Di satu sisi, saya merasakan antusiasme dan kepuasan
saat berhasil membangun hubungan kolaboratif dengan rekan guru, di mana mereka
menjadi lebih terbuka untuk berbagi tantangan dan potensi yang mereka miliki.
Perasaan senang dan bangga muncul ketika saya melihat guru mampu menemukan
solusi sendiri dan mengembangkan potensi yang mungkin sebelumnya tidak mereka
sadari.
Namun, ada juga momen
kekhawatiran dan keraguan di awal, terutama ketika harus menerapkan
prinsip-prinsip coaching seperti kehadiran penuh dan mendengarkan aktif.
Saya khawatir apakah saya bisa memberikan perhatian penuh di tengah kesibukan
dan tekanan administratif yang sering kali muncul di sekolah. Selain itu, ada
rasa ragu apakah saya mampu memfasilitasi guru dengan baik tanpa terlihat
seperti mengarahkan terlalu banyak atau memaksakan pendapat.
Seiring berjalannya
waktu, perasaan lega dan percaya diri mulai muncul. Ketika saya melihat guru
merasa lebih nyaman dan terbantu dalam proses supervisi, saya mulai yakin bahwa
pendekatan coaching yang lebih mendukung ini memang efektif. Proses ini
memberikan saya rasa syukur karena mampu berperan dalam membantu guru menemukan
cara untuk mengembangkan diri, bukan hanya untuk kepentingan evaluasi semata,
tetapi lebih pada peningkatan jangka panjang.
Akhirnya, perasaan kepuasan
pribadi muncul ketika saya melihat perubahan positif pada guru dan suasana
kerja di sekolah yang lebih kolaboratif dan suportif. Pengalaman ini memupuk
rasa optimisme terhadap potensi pertumbuhan profesional yang bisa terus
diperkuat melalui pendekatan coaching di masa depan.
3.
Keterlibatan dalam proses belajar
Setelah
mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching
untuk Supervisi Akademik, ada beberapa hal positif yang saya rasakan dalam
keterlibatan saya dalam proses belajar:
a.
Kesadaran Akan Prinsip Kemitraan
Saya semakin
menyadari pentingnya membangun hubungan kemitraan dengan rekan-rekan guru, di
mana proses coaching
menjadi lebih kolaboratif. Alih-alih hanya mengarahkan, saya lebih banyak
mendengarkan dan mendukung guru dalam menemukan solusi sendiri, yang pada
akhirnya membuat mereka merasa lebih dihargai dan termotivasi.
b.
Penerapan Kehadiran Penuh
Saya mulai
berlatih untuk hadir sepenuhnya dalam setiap interaksi, baik dengan sesama
rekan guru maupun dalam kegiatan belajar di kelas. Ini membantu saya lebih
fokus dan memberikan perhatian penuh pada setiap diskusi, yang meningkatkan
kualitas komunikasi dan membangun hubungan yang lebih kuat.
c.
Aktivitas Reflektif yang Teratur
Saya secara
rutin melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar saya, baik dalam penerapan
prinsip coaching
maupun supervisi akademik di sekolah. Melalui refleksi ini, saya bisa
mengidentifikasi kekuatan saya dan area yang perlu ditingkatkan, serta
mendapatkan pemahaman lebih baik tentang bagaimana saya bisa terus berkembang.
d.
Kemampuan Mendengarkan Aktif
Saya merasa
kemampuan mendengarkan aktif saya semakin terasah. Saya lebih sering memberikan
ruang bagi guru untuk berbicara dan mengungkapkan tantangan atau ide-ide
mereka, yang membuat proses supervisi menjadi lebih mendalam dan bermakna.
e.
Komitmen untuk Melibatkan Guru Secara
Aktif
Dalam
supervisi akademik, saya berkomitmen untuk melibatkan guru secara aktif,
terutama dalam perencanaan dan refleksi setelah observasi. Hal ini menciptakan
suasana yang lebih terbuka dan mendorong guru untuk lebih terlibat dalam
pengembangan profesional mereka sendiri.
Aspek-aspek
ini telah membantu saya menjadi lebih terlibat dalam proses belajar dan
meningkatkan efektivitas saya dalam menjalankan peran sebagai pendidik dan
supervisor.
4.
Hal yang perlu
diperbaiki berkitan dengan keterlibatan saya dalam proses belajar
Setelah mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi
Akademik, ada beberapa hal yang perlu saya perbaiki terkait keterlibatan saya
dalam proses belajar:
a. Mengurangi
Kekhawatiran dan Keraguan
Saya perlu
bekerja lebih keras untuk mengatasi rasa khawatir dan ragu dalam menerapkan
prinsip-prinsip coaching.
Terkadang, ketidakpastian ini menghambat saya untuk sepenuhnya berkomitmen
dalam mendukung guru. Meningkatkan kepercayaan diri melalui latihan dan
pengalaman lebih banyak dalam sesi coaching
akan membantu mengatasi hal ini.
b. Meningkatkan
Keterampilan Mengajukan Pertanyaan
Saya
menyadari bahwa kemampuan saya dalam mengajukan pertanyaan berbobot masih perlu
ditingkatkan. Pertanyaan yang tepat dapat menggugah refleksi yang lebih dalam
dari guru, sehingga saya perlu berlatih untuk merumuskan pertanyaan yang lebih
efektif dan relevan dalam setiap sesi.
c.
Meningkatkan Pemahaman tentang Tindakan
Pasca Observasi
Saya perlu lebih memperdalam pemahaman
saya tentang tindak lanjut pasca observasi. Merencanakan langkah-langkah
konkret setelah observasi akan membantu guru untuk menerapkan umpan balik
dengan lebih efektif dan terukur.
d.
Menciptakan Ruang untuk Umpan Balik
dari Guru
Saya harus lebih aktif dalam
menciptakan kesempatan bagi guru untuk memberikan umpan balik tentang proses
supervisi. Ini tidak hanya akan membantu saya memahami bagaimana saya dapat
meningkatkan pendekatan saya, tetapi juga memberikan rasa keterlibatan yang
lebih besar bagi guru dalam proses tersebut.
5.
Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi
Setelah
mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching
untuk Supervisi Akademik, saya menyadari bahwa keterlibatan dalam proses
belajar tidak hanya berhubungan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan,
tetapi juga sangat terkait dengan kompetensi dan kematangan diri pribadi.
Berikut adalah beberapa aspek keterkaitan tersebut:
1.
Peningkatan Keterampilan Interpersonal
Keterlibatan
dalam proses coaching
mengharuskan saya untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, seperti
mendengarkan aktif dan berkomunikasi dengan empati. Kematangan dalam
berinteraksi dengan orang lain sangat penting untuk menciptakan hubungan yang
saling percaya dan mendukung dalam konteks supervisi akademik. Ketika saya
dapat berhubungan dengan guru secara positif, itu menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk pembelajaran.
2.
Refleksi Diri dan Kesadaran Emosional
Proses
belajar yang melibatkan refleksi diri membantu saya memahami emosi saya dan
bagaimana emosi tersebut mempengaruhi cara saya berinteraksi dengan orang lain.
Kematangan diri mencakup kemampuan untuk mengelola emosi dan merespons situasi
dengan bijaksana. Dengan kesadaran emosional yang lebih baik, saya dapat
mendukung guru dengan cara yang lebih efektif dan membantu mereka dalam
menghadapi tantangan.
3.
Pembangunan Kepercayaan Diri
Keterlibatan
aktif dalam proses coaching
meningkatkan rasa percaya diri saya. Saat saya berhasil menerapkan
prinsip-prinsip coaching,
saya merasa lebih mampu dan yakin dalam menjalankan peran saya sebagai pendidik
dan supervisor. Kepercayaan diri ini sangat penting untuk kematangan diri,
karena mendorong saya untuk mengambil inisiatif dan menghadapi tantangan dengan
sikap positif.
4.
Komitmen terhadap Pengembangan Diri
Proses
belajar melalui coaching
menekankan pentingnya pengembangan diri yang berkelanjutan. Dengan keterlibatan
yang lebih dalam, saya menjadi lebih sadar akan kebutuhan untuk terus belajar
dan berkembang, baik dalam kompetensi profesional maupun dalam aspek kematangan
pribadi. Hal ini mendorong saya untuk mencari pelatihan tambahan dan pengalaman
baru yang dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan saya.
5.
Kepemimpinan yang Efektif
Kematangan
diri berkontribusi pada kemampuan saya untuk menjadi pemimpin yang lebih
efektif di sekolah. Dengan memahami diri sendiri dan bagaimana berinteraksi
dengan orang lain, saya dapat memimpin dengan teladan dan memberikan dukungan
yang diperlukan bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka.
B. Analisis
untuk implementasi dalam konteks CGP
1. Memunculkan pertanyaan kritis yang
berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
Apa
tantangan utama yang dihadapi guru dalam menerima umpan balik dari proses
coaching, dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut?
Guru sering menghadapi tantangan dalam
menerima umpan balik dari proses coaching, yang dapat mempengaruhi implementasi
umpan balik tersebut. Salah satu tantangan utama adalah resistensi terhadap
kritik, di mana guru merasa defensif ketika menerima masukan. Untuk mengatasi
ini, penting untuk membangun budaya umpan balik yang positif, dengan menekankan
bahwa umpan balik adalah alat untuk pertumbuhan, bukan penilaian negatif.
Kurangnya pemahaman tentang umpan balik
juga dapat menjadi kendala. Oleh karena itu, umpan balik harus disampaikan
secara spesifik dan disertai contoh konkret, serta disertakan sesi tanya jawab
untuk memperjelas hal yang belum dipahami.
Ketidakpercayaan terhadap proses
coaching sering kali muncul jika guru merasa supervisor tidak memahami praktik
pengajaran mereka. Supervisor harus menunjukkan empati dan melibatkan guru
dalam diskusi untuk membangun hubungan saling percaya.
2.
Mengolah Materi dan
Wawasan Baru
Coaching merupakan bentuk kepemimpinan
pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan siswa. Untuk mewujudkan pembelajaran
yang berpihak pada siswa, guru perlu menguasai berbagai kompetensi sosial dan
emosional, tidak hanya keterampilan kognitif. Dengan menguasai kompetensi ini,
supervisi akademik yang dilakukan oleh supervisor dengan pendekatan coaching
akan meningkatkan kinerja dan efektivitas guru dalam proses pembelajaran.
3.
Menganalisis Tantangan
dalam Konteks CGP
Salah satu tantangan utama adalah
menyamakan pemahaman tentang coaching dalam supervisi akademik di sekolah dan
daerah. Supervisi sering dianggap menakutkan, di mana guru merasa tertekan oleh
penilaian yang mungkin mengarah pada kesalahan. Padahal, hakikat supervisi
seharusnya adalah untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan guru.
4.
Alternatif Solusi
untuk Tantangan yang Dihadapi
Solusi yang dapat diusulkan meliputi
sosialisasi tentang hakikat supervisi akademik yang bertujuan untuk meningkatkan
performa guru. Selain itu, penting untuk memberikan contoh praktik coaching
yang baik, baik kepada siswa maupun rekan sejawat, agar pemahaman tentang
coaching dapat terintegrasi secara efektif.
C. Katerhubungan Indikator
1) Pengalaman
Masa Lalu
Saya
pernah mengalami supervisi oleh pengawas sekolah dalam Penilaian Kinerja Kepala
Sekolah, di mana saya ditunjuk sesuai standar penilaian yang telah ditetapkan.
Pada awalnya, saya merasa takut karena menganggap proses supervisi seperti
ujian. Kegiatan ini dilakukan dengan observasi langsung tanpa adanya
pembicaraan pra-observasi. Namun, setelah memahami prosesnya, saya diberikan
tips yang berguna untuk melakukan penilaian. Supervisor memantau dan memberikan
umpan balik mengenai apa yang telah saya lakukan serta langkah-langkah perbaikan
yang perlu diambil.
2)
Penerapan di Masa Mendatang
Supervisi
akademik harus berfokus pada peningkatan performa guru dalam pembelajaran yang
berpihak pada murid. Proses coaching dalam supervisi akademik menerapkan tiga
prinsip utama: asas kemitraan, proses kreatif, dan peningkatan potensi.
3)
Konsep atau Praktik Baik dari Modul
Lain
·
Modul 2.1: Dalam melaksanakan pembelajaran
berdiferensiasi yang berpihak pada murid sesuai dengan filosofi Ki Hajar
Dewantara, guru perlu melakukan coaching untuk menentukan gaya belajar siswa.
Dengan cara ini, siswa dapat menggali potensinya secara maksimal ketika
pembelajaran disesuaikan dengan gaya belajar mereka.
·
Modul 2.2: Sebagai guru penggerak dan pemimpin
pembelajaran, penting untuk menciptakan budaya positif dengan visi dan
inisiatif perubahan yang berpihak pada siswa. Salah satu cara untuk
mengembangkan suasana positif di kelas adalah menerapkan nilai-nilai dalam 5
Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Dalam 5KSE terdapat teknik STOP dan
mindfulness yang dapat membantu menciptakan lingkungan kelas yang kondusif.
Selama sesi coaching, coach juga perlu menerapkan teknik mindfulness untuk
memastikan kehadiran penuh dalam setiap sesi.
4)
Sumber Informasi Lain
Dalam
mempelajari coaching dalam supervisi akademik, saya menemukan banyak sumber
informasi di luar modul PGP, antara lain:
a.
Media online, terutama dari YouTube
b. Praktik baik dari instruktur
c. Fasilitator
d. Pengalaman pribadi, terutama saat menjalani pendampingan individu
e. Praktik baik dari rekan guru dalam satu lembaga
f. Komunitas Kelompok Kerja Guru (KKG)