Selasa, 08 Oktober 2024

Koneksi Antarmateri - Modul 2.3

Coaching untuk Supervisi Akademik

JONI JULI YANDRA, S.Pd.I

CGP ANGKATAN 11 KAB. BUNGO


Assalamualaikum Warahmatullahi Wabaratuh

Salam guru penggerak!

Tergerak

Bergerak

Menggerakkan

A. Pemikiran Reflektif Terkait Pengalaman Belajar

1.         Pengalaman Materi yang Diperoleh

Dalam Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, coaching didefinisikan sebagai proses kolaboratif yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan dilakukan secara sistematis. Dalam proses ini, seorang coach membantu coachee meningkatkan kinerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi (Grant, 1999).

Terdapat tiga prinsip utama dalam coaching, yaitu kemitraan, proses kreatif, dan memaksimalkan potensi. Kompetensi inti yang harus dikuasai oleh seorang coach meliputi kehadiran penuh, mendengarkan secara aktif, serta kemampuan mengajukan pertanyaan yang berbobot.

Proses coaching mengikuti alur TIRTA, yang terdiri dari:

o     Tujuan,

o     Identifikasi,

o     Rencana,

o     Tanggung Jawab.

Supervisi akademik bertujuan untuk membantu rekan sejawat dalam mengembangkan kemampuan mereka demi mencapai tujuan pembelajaran. Esensinya, supervisi akademik bukanlah menilai kinerja guru dalam mengelola pembelajaran, melainkan membantu mereka meningkatkan kemampuan profesionalnya. Terdapat tiga tahap dalam pelaksanaan supervisi akademik, yaitu:

a.          Pra Observasi (perencanaan),

b.         Observasi (pelaksanaan),

c.          Pasca Observasi (tindak lanjut).

Dalam pelaksanaan materi Coaching untuk Supervisi Akademik di sekolah, saya menyadari bahwa coaching bukan hanya sekadar memberikan arahan atau bimbingan kepada rekan sejawat, tetapi lebih sebagai fasilitator dalam proses pengembangan diri mereka. Penerapan prinsip kemitraan dan proses kreatif membantu saya membangun hubungan yang lebih setara dengan guru, di mana mereka merasa lebih didukung untuk mengeksplorasi potensi mereka dan mencari solusi yang relevan secara mandiri.

Melalui alur TIRTA (Tujuan, Identifikasi, Rencana, dan Tanggung Jawab), saya bisa membimbing rekan sejawat secara terstruktur, dimulai dari memahami tujuan mereka, mengidentifikasi tantangan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah peningkatan, hingga memastikan adanya tanggung jawab dalam implementasi rencana tersebut. Proses ini membuat guru lebih terlibat aktif dalam pengembangan profesional mereka sendiri, sehingga mereka tidak hanya mengandalkan supervisi eksternal, tetapi juga mampu merefleksikan kemajuan pribadi secara mandiri.

2.        Emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar

Saat mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, saya merasakan beberapa emosi yang kuat. Rasa ingin tahu muncul ketika saya pertama kali mengenal konsep coaching yang lebih kolaboratif dan berorientasi pada solusi. Ini memotivasi saya untuk memahami lebih dalam bagaimana pendekatan ini dapat diterapkan dalam konteks supervisi akademik.

Ada juga perasaan antusias ketika mengetahui bahwa coaching tidak hanya berfokus pada evaluasi, tetapi lebih kepada pengembangan kemampuan profesional guru secara berkelanjutan. Ini memberikan harapan bahwa pendekatan tersebut dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih positif dan mendukung di sekolah.

Selama menjalani proses coaching untuk supervisi akademik di sekolah, saya mengalami berbagai emosi yang beragam. Di satu sisi, saya merasakan antusiasme dan kepuasan saat berhasil membangun hubungan kolaboratif dengan rekan guru, di mana mereka menjadi lebih terbuka untuk berbagi tantangan dan potensi yang mereka miliki. Perasaan senang dan bangga muncul ketika saya melihat guru mampu menemukan solusi sendiri dan mengembangkan potensi yang mungkin sebelumnya tidak mereka sadari.

Namun, ada juga momen kekhawatiran dan keraguan di awal, terutama ketika harus menerapkan prinsip-prinsip coaching seperti kehadiran penuh dan mendengarkan aktif. Saya khawatir apakah saya bisa memberikan perhatian penuh di tengah kesibukan dan tekanan administratif yang sering kali muncul di sekolah. Selain itu, ada rasa ragu apakah saya mampu memfasilitasi guru dengan baik tanpa terlihat seperti mengarahkan terlalu banyak atau memaksakan pendapat.

Seiring berjalannya waktu, perasaan lega dan percaya diri mulai muncul. Ketika saya melihat guru merasa lebih nyaman dan terbantu dalam proses supervisi, saya mulai yakin bahwa pendekatan coaching yang lebih mendukung ini memang efektif. Proses ini memberikan saya rasa syukur karena mampu berperan dalam membantu guru menemukan cara untuk mengembangkan diri, bukan hanya untuk kepentingan evaluasi semata, tetapi lebih pada peningkatan jangka panjang.

Akhirnya, perasaan kepuasan pribadi muncul ketika saya melihat perubahan positif pada guru dan suasana kerja di sekolah yang lebih kolaboratif dan suportif. Pengalaman ini memupuk rasa optimisme terhadap potensi pertumbuhan profesional yang bisa terus diperkuat melalui pendekatan coaching di masa depan.

3.         Keterlibatan dalam proses belajar

 

Setelah mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, ada beberapa hal positif yang saya rasakan dalam keterlibatan saya dalam proses belajar:

a.      Kesadaran Akan Prinsip Kemitraan

Saya semakin menyadari pentingnya membangun hubungan kemitraan dengan rekan-rekan guru, di mana proses coaching menjadi lebih kolaboratif. Alih-alih hanya mengarahkan, saya lebih banyak mendengarkan dan mendukung guru dalam menemukan solusi sendiri, yang pada akhirnya membuat mereka merasa lebih dihargai dan termotivasi.

b.     Penerapan Kehadiran Penuh

Saya mulai berlatih untuk hadir sepenuhnya dalam setiap interaksi, baik dengan sesama rekan guru maupun dalam kegiatan belajar di kelas. Ini membantu saya lebih fokus dan memberikan perhatian penuh pada setiap diskusi, yang meningkatkan kualitas komunikasi dan membangun hubungan yang lebih kuat.

c.      Aktivitas Reflektif yang Teratur

Saya secara rutin melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar saya, baik dalam penerapan prinsip coaching maupun supervisi akademik di sekolah. Melalui refleksi ini, saya bisa mengidentifikasi kekuatan saya dan area yang perlu ditingkatkan, serta mendapatkan pemahaman lebih baik tentang bagaimana saya bisa terus berkembang.

d.     Kemampuan Mendengarkan Aktif

Saya merasa kemampuan mendengarkan aktif saya semakin terasah. Saya lebih sering memberikan ruang bagi guru untuk berbicara dan mengungkapkan tantangan atau ide-ide mereka, yang membuat proses supervisi menjadi lebih mendalam dan bermakna.

e.      Komitmen untuk Melibatkan Guru Secara Aktif

Dalam supervisi akademik, saya berkomitmen untuk melibatkan guru secara aktif, terutama dalam perencanaan dan refleksi setelah observasi. Hal ini menciptakan suasana yang lebih terbuka dan mendorong guru untuk lebih terlibat dalam pengembangan profesional mereka sendiri.

Aspek-aspek ini telah membantu saya menjadi lebih terlibat dalam proses belajar dan meningkatkan efektivitas saya dalam menjalankan peran sebagai pendidik dan supervisor.

4.        Hal yang perlu diperbaiki berkitan dengan keterlibatan saya dalam proses belajar

 

Setelah mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, ada beberapa hal yang perlu saya perbaiki terkait keterlibatan saya dalam proses belajar:

a.      Mengurangi Kekhawatiran dan Keraguan

Saya perlu bekerja lebih keras untuk mengatasi rasa khawatir dan ragu dalam menerapkan prinsip-prinsip coaching. Terkadang, ketidakpastian ini menghambat saya untuk sepenuhnya berkomitmen dalam mendukung guru. Meningkatkan kepercayaan diri melalui latihan dan pengalaman lebih banyak dalam sesi coaching akan membantu mengatasi hal ini.

b.      Meningkatkan Keterampilan Mengajukan Pertanyaan

Saya menyadari bahwa kemampuan saya dalam mengajukan pertanyaan berbobot masih perlu ditingkatkan. Pertanyaan yang tepat dapat menggugah refleksi yang lebih dalam dari guru, sehingga saya perlu berlatih untuk merumuskan pertanyaan yang lebih efektif dan relevan dalam setiap sesi.

c.       Meningkatkan Pemahaman tentang Tindakan Pasca Observasi

Saya perlu lebih memperdalam pemahaman saya tentang tindak lanjut pasca observasi. Merencanakan langkah-langkah konkret setelah observasi akan membantu guru untuk menerapkan umpan balik dengan lebih efektif dan terukur.

d.      Menciptakan Ruang untuk Umpan Balik dari Guru

Saya harus lebih aktif dalam menciptakan kesempatan bagi guru untuk memberikan umpan balik tentang proses supervisi. Ini tidak hanya akan membantu saya memahami bagaimana saya dapat meningkatkan pendekatan saya, tetapi juga memberikan rasa keterlibatan yang lebih besar bagi guru dalam proses tersebut.

 

5.         Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

 

Setelah mempelajari Modul 2.3 tentang Coaching untuk Supervisi Akademik, saya menyadari bahwa keterlibatan dalam proses belajar tidak hanya berhubungan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga sangat terkait dengan kompetensi dan kematangan diri pribadi. Berikut adalah beberapa aspek keterkaitan tersebut:

1.         Peningkatan Keterampilan Interpersonal

Keterlibatan dalam proses coaching mengharuskan saya untuk meningkatkan keterampilan interpersonal, seperti mendengarkan aktif dan berkomunikasi dengan empati. Kematangan dalam berinteraksi dengan orang lain sangat penting untuk menciptakan hubungan yang saling percaya dan mendukung dalam konteks supervisi akademik. Ketika saya dapat berhubungan dengan guru secara positif, itu menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran.

2.         Refleksi Diri dan Kesadaran Emosional

Proses belajar yang melibatkan refleksi diri membantu saya memahami emosi saya dan bagaimana emosi tersebut mempengaruhi cara saya berinteraksi dengan orang lain. Kematangan diri mencakup kemampuan untuk mengelola emosi dan merespons situasi dengan bijaksana. Dengan kesadaran emosional yang lebih baik, saya dapat mendukung guru dengan cara yang lebih efektif dan membantu mereka dalam menghadapi tantangan.

3.         Pembangunan Kepercayaan Diri

Keterlibatan aktif dalam proses coaching meningkatkan rasa percaya diri saya. Saat saya berhasil menerapkan prinsip-prinsip coaching, saya merasa lebih mampu dan yakin dalam menjalankan peran saya sebagai pendidik dan supervisor. Kepercayaan diri ini sangat penting untuk kematangan diri, karena mendorong saya untuk mengambil inisiatif dan menghadapi tantangan dengan sikap positif.

4.         Komitmen terhadap Pengembangan Diri

Proses belajar melalui coaching menekankan pentingnya pengembangan diri yang berkelanjutan. Dengan keterlibatan yang lebih dalam, saya menjadi lebih sadar akan kebutuhan untuk terus belajar dan berkembang, baik dalam kompetensi profesional maupun dalam aspek kematangan pribadi. Hal ini mendorong saya untuk mencari pelatihan tambahan dan pengalaman baru yang dapat memperkaya pengetahuan dan keterampilan saya.

5.         Kepemimpinan yang Efektif

Kematangan diri berkontribusi pada kemampuan saya untuk menjadi pemimpin yang lebih efektif di sekolah. Dengan memahami diri sendiri dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain, saya dapat memimpin dengan teladan dan memberikan dukungan yang diperlukan bagi guru untuk mencapai tujuan pembelajaran mereka.

 

 B. Analisis untuk implementasi dalam konteks CGP

1.   Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh

Apa tantangan utama yang dihadapi guru dalam menerima umpan balik dari proses coaching, dan bagaimana cara mengatasi tantangan tersebut?

Guru sering menghadapi tantangan dalam menerima umpan balik dari proses coaching, yang dapat mempengaruhi implementasi umpan balik tersebut. Salah satu tantangan utama adalah resistensi terhadap kritik, di mana guru merasa defensif ketika menerima masukan. Untuk mengatasi ini, penting untuk membangun budaya umpan balik yang positif, dengan menekankan bahwa umpan balik adalah alat untuk pertumbuhan, bukan penilaian negatif.

Kurangnya pemahaman tentang umpan balik juga dapat menjadi kendala. Oleh karena itu, umpan balik harus disampaikan secara spesifik dan disertai contoh konkret, serta disertakan sesi tanya jawab untuk memperjelas hal yang belum dipahami.

Ketidakpercayaan terhadap proses coaching sering kali muncul jika guru merasa supervisor tidak memahami praktik pengajaran mereka. Supervisor harus menunjukkan empati dan melibatkan guru dalam diskusi untuk membangun hubungan saling percaya.

2.   Mengolah Materi dan Wawasan Baru

Coaching merupakan bentuk kepemimpinan pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan siswa. Untuk mewujudkan pembelajaran yang berpihak pada siswa, guru perlu menguasai berbagai kompetensi sosial dan emosional, tidak hanya keterampilan kognitif. Dengan menguasai kompetensi ini, supervisi akademik yang dilakukan oleh supervisor dengan pendekatan coaching akan meningkatkan kinerja dan efektivitas guru dalam proses pembelajaran.

3.    Menganalisis Tantangan dalam Konteks CGP

Salah satu tantangan utama adalah menyamakan pemahaman tentang coaching dalam supervisi akademik di sekolah dan daerah. Supervisi sering dianggap menakutkan, di mana guru merasa tertekan oleh penilaian yang mungkin mengarah pada kesalahan. Padahal, hakikat supervisi seharusnya adalah untuk meningkatkan kinerja dan kemampuan guru.

4.   Alternatif Solusi untuk Tantangan yang Dihadapi

Solusi yang dapat diusulkan meliputi sosialisasi tentang hakikat supervisi akademik yang bertujuan untuk meningkatkan performa guru. Selain itu, penting untuk memberikan contoh praktik coaching yang baik, baik kepada siswa maupun rekan sejawat, agar pemahaman tentang coaching dapat terintegrasi secara efektif.

 C. Katerhubungan Indikator

1)   Pengalaman Masa Lalu

Saya pernah mengalami supervisi oleh pengawas sekolah dalam Penilaian Kinerja Kepala Sekolah, di mana saya ditunjuk sesuai standar penilaian yang telah ditetapkan. Pada awalnya, saya merasa takut karena menganggap proses supervisi seperti ujian. Kegiatan ini dilakukan dengan observasi langsung tanpa adanya pembicaraan pra-observasi. Namun, setelah memahami prosesnya, saya diberikan tips yang berguna untuk melakukan penilaian. Supervisor memantau dan memberikan umpan balik mengenai apa yang telah saya lakukan serta langkah-langkah perbaikan yang perlu diambil.

2)   Penerapan di Masa Mendatang

Supervisi akademik harus berfokus pada peningkatan performa guru dalam pembelajaran yang berpihak pada murid. Proses coaching dalam supervisi akademik menerapkan tiga prinsip utama: asas kemitraan, proses kreatif, dan peningkatan potensi.

3)   Konsep atau Praktik Baik dari Modul Lain

·         Modul 2.1: Dalam melaksanakan pembelajaran berdiferensiasi yang berpihak pada murid sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara, guru perlu melakukan coaching untuk menentukan gaya belajar siswa. Dengan cara ini, siswa dapat menggali potensinya secara maksimal ketika pembelajaran disesuaikan dengan gaya belajar mereka.

·         Modul 2.2: Sebagai guru penggerak dan pemimpin pembelajaran, penting untuk menciptakan budaya positif dengan visi dan inisiatif perubahan yang berpihak pada siswa. Salah satu cara untuk mengembangkan suasana positif di kelas adalah menerapkan nilai-nilai dalam 5 Kompetensi Sosial Emosional (KSE). Dalam 5KSE terdapat teknik STOP dan mindfulness yang dapat membantu menciptakan lingkungan kelas yang kondusif. Selama sesi coaching, coach juga perlu menerapkan teknik mindfulness untuk memastikan kehadiran penuh dalam setiap sesi.

4)   Sumber Informasi Lain

Dalam mempelajari coaching dalam supervisi akademik, saya menemukan banyak sumber informasi di luar modul PGP, antara lain:

a. Media online, terutama dari YouTube
b. Praktik baik dari instruktur
c. Fasilitator
d. Pengalaman pribadi, terutama saat menjalani pendampingan individu
e. Praktik baik dari rekan guru dalam satu lembaga
f. Komunitas Kelompok Kerja Guru (KKG)

 

 


0 komentar:

Posting Komentar